Look Arround Yourself

Can't you see this wonder? Spreaded in front of you.

The Clouds Floating By

The Skies are clear and blue

Planets In The Orbit

The moon and the sun....such perfect harmony

Let's Start Question in Ourselves

"Isn't this proof enough for us? Or are we so blind? To push it all aside? No!!!"

We Just Have To...

Open our eyes, our heart, and mind. If we just look bright to see the sign. We can't keep hididng from the truth. Let it take us by surprise.

Saturday, September 5, 2009

"ANAK SAYA BUTUH DARAH"

Siang itu, matahari tersenyum ceria pada kami, aku dan sahabatku Sigit. Kami baru saja menuntaskan agenda di kampus. Kami pun bergegas menuju ke masjid Istiqamah Balikpapan untuk menunaikan sholat zhuhur berjama'ah di sana. Adzan belum berkumandang, kulihat di halaman masjid sudah banyak terparkir kendaraan milik para jama'ah masjid tersebut. Rupanya pada hari itu ada jadwal pengajian yang sudah dimulai pagi hingga siang itu. Saat kami tiba di masjid, pengajian sudah usai. Jama'ah bergegas mengambil air wudlu, muadzin pun bersiap-siap mengumandangkan "panggilan suci" bagi kaum mukminin. Alhamdulillah...

Di masjid yang cukup luas tersebut, sangat disayangkan hanya terisi beberapa shaf saja. Seperti masjid-masjid yang lain, pikirku dalam hati. Namun walau sedikit, gairah semangat ibadah begitu terasa di dalamnya. Wajah-wajah ceria dan bersinar, memancarkan aura kebahagiaan pada hati pemiliknya. Karunia Allah bagi orang-orang yang senantiasa mengingatnya, yaitu berupa ketentraman hati.

Selesai sholat, perasaan lega memenuhi rongga dada, kami pun berniat meninggalkan masjid untuk pulang. Ingin sejenak beristirahat, setelah disibukkan dengan acara pengajian di kampus. Sampai di tempat parkir kendaraan, tiba-tiba berhenti sebuah mobil di dekat kami, nampak mobil tersebut diparkir dengan tergesa-gesa.

Pintu mobil terbuka, keluar seorang wanita, buru-buru ia menghampiri kami (aku dan Sigit). Wanita itu kira-kira berusia 27 tahunan, dengan pakaian yang (mohon maaf) agak sedikit terbuka. Aku dan Sigit agak grogi waktu ia mendekati kami. Kami terkaget ketika ternyata, ia mendatangi kami sambil menangis tersedu.

"Anak saya butuh darah...tolong mas...". Itulah kalimat pertama yang keluar, tanpa salam, tanpa basa-basi.
"Maaf bu, anak ibu sedang sakit?". Tanyaku basa-basi.
"Apakah di dalam sedang ada pengajian? Anak saya akan dioperasi satu jam lagi, kami sangat membutuhkan darah AB, saya akan membayar berapapun yang diminta."
Aku dan Sigit saling pandang. Pikiran kami sama. Apa hubungannya pengajian dengan anaknya yang sakit? Lagian kalau cari darahan bisa ke kantor PMI.
"Mmmm....pengajiannya sudah selesai tadi bu sebelum sholat zhuhur.....Memangnya ada apa bu bertanya begitu"
Ibu itu hanya diam, sambil menyeka air matanya.

Kami pun mencoba menenangkan ibu tersebut, bahwa kami akan berusaha membantu ibu tersebut. Inisiatif aku pun bilang ke Sigit. 
"Git darahku O, kamu apa?"
"Aku O juga."

"Bu, saya sering ke PMI, beberapa petugas di sana saya kenal. Bagaimana kalau kami bantu ibu untuk meminta darah di sana?"
Mendengar itu, sang ibu muda langsung menolaknya dengan tegas.
"Tidak mas!!" Saya tidak mau!!"
Lho?? Kami semakin heran saja dengan ibu ini.
"Saya tidak mau darah dari PMI, darah-darahnya nggak menjamin....
Bisa jadi pendonor-pendonor di sana adalah perokok, peminum, pengobat. Darahnya kotor. Saya tidak mau tubuh anak saya dialiri oleh darah-darah seperti itu. Saya mau darah orang pengajian. Saya yakin bersih."

What?? Kami berdua seperti melongo mendengar pernyataan si ibu barusan. Sekaligus tersadar, kenapa si ibu datang ke masjid, dan paham tentang hubungan antara pengajian dengan kasus anaknya yang butuh darah untuk menjalani operasi.

Karena si ibu tak mendapatkan solusi dari kami, ia pun bersegera masuk menuju teras masjid. Terpampang spanduk di teras masjid "AREA BERBUSANA ISLAMI". Tapi aku rasa, spanduk itu gak ngefek dalam kondisi seperti ini. Benar, si ibu dengan cuek terus saja berjalan cepat masuk ke ruang pengurus masjid. Masih sambil menangis

Subhanallah, luar biasa. Ini adalah satu diantara banyak kebaikan Agama Allah. Ibu itu memahami bahwa pengajian itu baik, dan orang-orangnya pun tentu baik disebabkan adanya rules Islam yang menginginkan kebaikan pemeluknya. Namun memahami saja tidak cukup. Kebaikan barulah akan dirasakan ketika kita terjun dalam aplikasinya.
Wallahua'lam

Monday, June 15, 2009

PERSPEKTIF BARU TENTANG PEMERINTAHAN

Ini bukan tulisan saya. Ini adalah teori tentang New Public Management yang merupakan model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler -hehe akhirnya dapet referensinya- (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “Reinventing Government”.

Posting ini adalah salah satu dari proses diskusi antara saya dengan kawan saya yang menurut saya sangat peduli dengan permasalahan umat. Saya salut dan posting ini insya Allah terdedikasikan buat beliau. Konsep ini memang teori yang dibuat oleh orang barat tapi saya melihat tidak ada yg melanggar syari'at Islam (bisa jadi ini adalah konsep Islam juga). Yah mudah-mudahan bisa menjadi stimulus intelektual buat kita.
Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:

Pemerintah Katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat langsung dengan proses produksinya. Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan kepada pihak swasta dan atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan non-profit lainnya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Pada saat ini banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor swata dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada beberapa Negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak non-pemerintah.

Pemerintah milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada melayani.
Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community). Sebagai missal, masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggung jawab masyarakat, tidak hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan timbulnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat lebih mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos Negara, akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif semakin cepat dari pada kualitasnya di masa lalu.

Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya.

Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukkan
Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya justru mereka memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan dapat dipecahkan semakin banyak dana yang dapat diperoleh.
Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukkan. Pemerintah Daerah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.

Pemerintah berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrat
Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannnya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif benar-benar bekerja maka tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila mereka menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat mereka seringkali menjadi arogan.

Pemerintah wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah Daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS dan BAPPEDA, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.

Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati
Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk mencegah masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya pencegahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi berupaya keras untuk mengantisipasinya di masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.

Pemerintah desentralisasi: dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja
40-50 tahun lalu, pemerintah yang sentralistis dan hierarkis sangat diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti rantai komandonya hingga sampai pada staff yang paling berhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antara berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa-apa yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat dan asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan LSM.

Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan)
Ada dua cara alokasi sumber daya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumber daya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar. Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai prosedur tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.

Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satunya sektor keuangan daerah.

Monday, June 8, 2009

SEDIKIT TENTANG LEMBAGA KEUANGAN SYARI'AH

Upaya pemerintah dalam mengendalikan inflasi berupa menurunkan harga BBM adalah langkah yang tepat, karena ketika harga BBM turun maka akan mempengaruhi sektor perekonomian yang lain untuk menyesuaikan kondisi yang ada, dalam hal ini misalnya mengurangi harga pokok produksi dan penjualan dari pos biaya. Selain itu diharapkan mampu menstimulan suku bunga rata-rata BI sebesar 9.5% agar turun, sehingga bisa merangsang kembali geliat pada sektor riil yang memiliki peran besar dalam perekonomian yang sehat. Oleh karena itu saya sangat setuju dengan ide agar pemerintah bisa menghidupkan kembali program yang menghimbau masyarakat untuk bisa mencintai dan membeli produk dalam negeri.

Tapi perlu diingat, ketika pemerintah menurunkan harga BBM, hal itu disebabkan karena penurunan harga minyak dunia akibat krisis financial global. Artinya menurunkan BBM itu adalah satu-satunya pilihan untuk merestabilisasi kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami inflasi. Memang sudah seharusnya dilakukan oleh Pemerintah. Dengan catatan subsidi pemerintah dan alokasi dana kepada departemen-departemen tetap stabil. Memang untuk mengatasi inflasi, perlu melihat banyak aspek. Karena jangan sampai ketika menyelesaikan persoalan akan muncul persoalan yang baru. Kita memahami inflasi mempunyai peran yang besar untuk memperbesar angka kemiskinan karena akan menurunkan daya beli masyarakat yang tentunya juga menurunkan tingkat kesejahteraannya. Selain itu ketika terjadi inflasi, maka usaha perekonomian pun akan melemah bahkan menghilang yang otomatis akan menambah jumlah pengangguran karena semakin sempitnya lapangan kerja. Karenanya, ketika pemerintah berupaya untuk mengendalikan inflasi haruslah benar-benar tepat sasaran.

Pemerintah harus benar-benar bersinergi dengan semua pihak baik swasta maupun masyarakat secara umum. Optimalisasi peran lembaga keuangan sebagai lembaga yang melakukan pembiayaan terhadap pos produktif baik usaha besar maupun UMKM akan meningkatkan gairah masyarakat dalam kegiatan ekonomi yang merupakan kebutuhan primer. Terhadap masyarakat, pendidikan dan kesejahteraan adalah hal utama yang harus diperjuangkan oleh pemerintah. Pengembangan infrastruktur baik fisik maupun social menurut saya juga peran kunci. Karena akan menumbuhkan iklim investasi. Dan yang terpenting adalah perbaikan kapasitas pemerintahan.

Berbicara sedikit tentang lembaga keuangan, ada hal penting yang harus kita ketahui bahwa di Indonesia memiliki 2 jenis lembaga keuangan yaitu konvensional dan syari’ah. Lembaga keuangan konvensional yang memiliki acuan bunga tentu berbeda dengan lembaga keuangan syari’ah yang mempunyai system akad bagi hasil. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Saya cukup terkejut ketika pada tahun 1997-1998, saat terjadi krisis moneter dan tingkat inflasi yang tinggi, semakin menghimpit negeri kita karena banyaknya beban utang luar negeri, ternyata lembaga keuangan banyak yang tidak mampu bertahan sehingga harus di-likuidasi, ada yang melakukan konsolidasi, sementara lembaga keuangan yang sudah besar mengalami penurunan pertumbuhan. Tetapi yang mengherankan lagi adalah ternyata lembaga keuangan syari’ah justru stabil (tidak mengalami penurunan). Hal ini disebabkan karena lembaga keuangan syari’ah tiduak mengacu pada suku bunga, tetapi bagi hasil. Ketika terjadi inflasi maka BI rate akan meningkat dan otomatis berimbas pada lembaga keuangan konvensional. Ini merupakan pembeda yang sangat mencolok. Lembaga keuangan syari’ah mempunyai system yang kokoh. Ini hanya sebatas yang saya ketahui. Saya sangat antusias ketika pemerintah mempunyai perhatian yang besar terhadap system ekonomi syari’ah yaitu dengan diregulasikan UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah yang mengatur secara khusus operasional lembaga keuangan syari’ah yang berlandaskan pada syari’at Islam. Menurut saya, tinggal mengoptimalkan mekanisme pengawasan pembiayaannya.

Kayanya bersambung nih...

Thursday, April 30, 2009

PENGANGGURAN TERDIDIK

Saya sangat sepakat sekali: Bicara soal pendidikan, tentu salah satu arahan ke depan adalah lapangan pekerjaan. Namun saat ini kembali memunculkan satu problem yang signifikan, yaitu besarnya angka pengangguran terdidik. Yang dimaksud dengan pengangguran terdidik adalah mereka yang mempunyai kualifikasi lulusan pendidikan yang cukup namun masih belum memiliki pekerjaan. Saya mengambil data dari internet, pada tahun 2008 lalu, sebanyak 4,5 juta dari 9,4 juta orang pengangguran berasal dari lulusan SMA, SMK, program Diploma, dan Universitas. Artinya, separuh dari total angka pengangguran adalah pengangguran terdidik.
Mereka ini sebetulnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, namun tidak terserap oleh pasar kerja. Yang memprihatinkan pula, jumlah pengangguran terdidik meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada tahun 1994 sebesar 17 persen, pada tahun 2004 menjadi 26 persen, dan terakhir tahun 2008 menjadi 50,3 persen.
Penyebab utama terjadinya pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan perkembangan lapangan kerja, sehingga lulusan institusi pendidikan tidak terserap ke lapangan kerja. Ada faktor-faktor lain pula yang menyebabkan besarnya angka pengangguran terdidik, antara lain preferensi atau pemilihan jenis pekerjaan yang diminati, dan kurang sesuainya kualifikasi angkatan kerja terdidik dengan kebutuhan penyedia lapangan pekerjaan.
Semakin besarnya angka pengangguran terdidik secara potensial dapat menyebabkan dampak yaitu:
  1. Timbulnya masalah sosial akibat pengangguran,
  2. Pemborosan sumber daya pendidikan,
  3. Menurunnya penghargaan dan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan.

Pengangguran terdidik harus dikurangi dari dua sisi,yaitu pendidikan dan ketenagakerjaan. Dari sisi pendidikan, sudah jelas bahwa dunia pendidikan harus dapat menghasilkan output lulusan yang siap diserap oleh pasar kerja. Artinya, pendidikan yang berkualitas yang berorientasi pada pasar kerja menjadi mutlak. Yang dapat kita perbaiki adalah mewujudkan pendidikan yang berbasis pada pasar kerja (labour market based).
Prosesnya selama ini adalah product oriented, yaitu dunia pendidikan lebih fokus pada upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas. Namun kualitas dan karakteristik seperti apa yang dibutuhkan oleh pasar kerja? Oleh karena itu, labour market oriented, saat ini lebih tepat untuk menjawab kebutuhan pasar kerja akan tenaga kerja berkualitas, dan pada akhirnya mengurangi pengangguran terdidik. Konsep link and match antara dunia pendidikan dan dunia ketenagakerjaan perlu diredefinisi dengan memasukkan pendekatan market labour based tadi. Jenis-jenis pendidikan kejuruan dan keterampilan kerja didasarkan pada analisis kebutuhan peluang-peluang kerja yang ada, dan yang diproyeksikan akan besar kebutuhannya. Mengurangi pengangguran pada umumnya, dan pengangguran terdidik pada khususnya, mengingatkan kita pada harapan akan tumbuhnya enterpreneurship atau kewirausahaan. Namun, seperti tercatat dalam Sensus Ketenagakerjaan Nasional 2007, hanya 5 persen dari jumlah angkatan kerja kita yang berminat pada kewirausahaan. Selebihnya, mayoritas berlomba-lomba menjadi karyawan seperti saya (bekerja pada pihak lain untuk mendapatkan upah atau gaji). Padahal ada harapan kewirausahaan sebagai langkah untuk pemberdayaan angkatan kerja menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain.
Kewirausahaan juga diragukan dapat menjadi solusi apabila tidak ada dukungan dari sistem ekonomi pasar yang lebih besar. Usaha-usaha mandiri apalagi yang kecil, bisa mati apabila tidak ada industri besar dan investor besar yang menopang. Sebetulnya, di sini peran dan tantangan Pemerintah signifikan, yaitu menciptakan iklim yang kondusif untuk menarik investor sehingga kewirausahaan dalam negeri dapat hidup. Sejalan dengan perubahan kebijakan pendidikan berdasarkan pasar kerja seperti dijelaskan di atas, pendidikan profesional dapat menjadi langkah yang tepat. Bidang-bidang usaha membutuhkan tenaga-tenaga profesional. Perbankan membutuhkan tenaga profesional perbankan yang handal, telekomunikasi membutuhkan tenaga profesional yang handal, begitu pula bidang lainnya. Pelaku usaha tahu lebih tepat bagaimana karakter dan kualifikasi yang dibutuhkan. Pelaku usaha ini, apalagi korporat besar, dapat menyelenggarakan lembaga pendidikan profesional sesuai bidang dan kebutuhan masing-masing. Menyebut beberapa contoh, seperti Institut Bank Indonesia, Sekolah Tinggi Teknologi Telkom, adalah beberapa contohnya. Instansi pemerintah sejauh ini pun sudah menerapkan seperti adanya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (Departemen Keuangan), Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (Depkominfo), Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (Depdagri), dan sebagainya.
Bila korporat-korporat besar di berbagai bidang-bidang kerja dapat menyelenggarakan lebih banyak program pendidikan seperti itu, tentunya akan ada penyerapan angkatan belajar ke lembaga pendidikan dengan output berdasarkan kebutuhan pasar kerja. Pemerintah dapat mendukung dengan memberikan insentif-insentif yang relevan. Perusahaan dengan program Corporate Social Responsibility (CSR) dan para elemen terkait lainnya dapat merespons pula dengan program bantuan dan beasiswa, yang pastinya juga dibutuhkan.
Dengan demikian, diharapkan pengangguran terdidik dapat dikurangi, dan yang ada adalah angkatan belajar yang terserap ke lembaga pendidikan profesional yang tahu persis kebutuhan dan ketersediaan lapangan kerja. Kepastian SDM profesional dapat menarik kepercayaan investor untuk menanamkan modal, yang artinya adalah membuka lapangan pekerjaan pula, sebagai salah satu mata rantai solusi pengurangan pengangguran.
-Baca2 dari berbagai sumber-

Wednesday, February 4, 2009

NYUNNAH DENGAN DAKWAH

Muslim yang kaafah pasti menginginkan tindakan, ucapan, dan sikapnya sesuai sunnah Nabiy SAW. NAmun pada kenyataannya, belum tentu sesuai. Banyak yang mengira bahwa dirinya sudah 'nyunnah', sholatnya udah pas banget sesuai yang dijelaskan dalam buku 'sifat sholat nabi'nya syaikh nashiruddin al-albaniy, puasanya pun udah kerasa menyamai apa yang dikatakan DR. Yusuf Al-Qardhawiy. Atau bahkan udah ngerasa nyunnah setelah baca novelnya Habiburrahman El-Shirazy, itu loh...si fahri, aisha, dan maria.

Mari kita lihat kembali perihal ini dengan melihat dan menbaca kehidupan Nabiy SAW. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi, ada satu hal yang tidak pernah luput dari perhatian beliau SAW, tidak pernah terlepas dari pikiran beliau. Yaitu akan tugas beliau diutus, yang secara tidak langsung juga merupakan tugas umat Islam.

Yang pertama, menda'wahkan risalah.
Kadang, masih banyak yang berfikir bahwa dirinya belum apa-apa, merasa dirinya belum pantas untuk mengajak orang lain pada Al-Islam ini. "Padahal kalau saja antum terjun langsung, antum akan melihat betapa pemahaman masyarakat kita yang islam itu masih rendah sekali, jauh sekali dengan keadaan antum sekarang, (mungkin antara langit dengan sumur). Ketika saya menjelaskan apa saja yang merupakan kunci syurga, ada jamaah yang bertanya, 'lha pak, kalo orang kristen masuk mana? masuk surga juga?', saya jadi heran, kok masih ada pertanyaan kaya gini ya?" Kata ustadz yang mentaujih malam itu.
Oleh sebab itu, sebagai muslim memang sudah seharusnya memahami peran kita yang satu ini.

Dimana pun, kapan pun, pada siapa pun kita bicara, diusahakan ada nilai-nilai islam yang kita bawa, semampu kita saja. Ingat, "Fattaqullaha mastatho'tum" Bertakwalah kepada Allah semampumu.
Tentunya apa yang kita sampaikan harus ada nilai qudwah (teladan) dulu. Harus ada ilmu dan pengaplikasiannya dulu. Yah..kan nggak musti semua perihal islam kita pahami dulu. Bisa hal2 yang kecil dulu lah. "Balaghu anni walau aayat"

Jangan juga kita terlalu bersemangat, sampai2 kita lupa pada ayat Allah; "KAburo maqtan indallah an taquuluu maa la taf'aluun."
Amat besar kebencian di sisi Allah bagi orang yang mengatakan tapi tidak melakukan. Na'udzubillah.

Jangan sampai cahaya dari langit ini terputus hanya sampai pada tangan kita, tanpa dialirkan lagi.
Sedikit sekali orang yang melakukan hal ini, karena memang membutuhkan curahan perhatian yang lebih, dan pengorbanan yang tidak sedikit.

Tapi ada satu hal lagi yang sering terlupakan oleh para da'i, yaitu
yang kedua, Iqomatud dienillah, menegakkan Agama Allah. Kalau berda'wah itu sedikit sekali, yang ini lebih sedikit sekali. JArang sekali yang begini. Kebanyakan da'i hanya menyampaikan bagaimana sempurnanya Islam, tapi tidak memikirkan/melakukan bagaimana mewujudkannya/mengaplikasikannya. Bagaimana membumikan syariat Islam rahmatan lil'alamin, bagaimana bisa menutup lokalisasi dan memepekerjakan wanita2 yang bekerja disitu sebelumnya, bagaimana mewujudkan perbankan yang sesuai syariah, membuat sekolah dengan pendidikan ala Islam, dll.

Ada dosen yang mati kutu, setelah sebelumnya menjelaskan betapa sempurnanya Islam mengatur perekonomian sampai2 membuat para mahasiswanya terperangah. Hingga ada yang bertanya, "Terus pak, sekarang apakah sudah ada yang menerapkan seperti itu?"
"Iya ya? belum..."jawab dosen itu seperti baru tersadarkan.

Kader Islam begitu cepat pertumbuhannya, dan peran itu pun bisa kita ambil di dalamnya. Merekrut generasi baru, dengan nilai ruh yang tinggi. Ana jadi teringat dengan Ustadz Nurhuda di Samarinda, beliau punya murid yang notabene adalah Lc, yang jago bahasa arab, ilmu fiqh, dll, jauh dibandingkan dengan ustadz yang hanya lulusan STAN, gak bisa bahasa arab lagi. Tapi karena ruhiyah dan semangat ibadah beliau yang tinggi, maka nilai2 kesejukan dan keikhlasan pun tersampaikan ke hati orang2 yang Lc itu melalui nasihat beliau, subhanallah.

Jangan pesimis
Mukmin itu dijamin untung, kemenangan yang nyata kelak di akhir zaman dan syurga yang menanti.
Jangan biarkan beliau SAW kecewa melihat kita, umat yang selalu beliau doakan keselamatannya, yang beliau harapkan masuk syurga semuanya, yang beliau tidak memikirkan apapun ketika sakaratul maut kecuali kita, ummati, ummati, ummati.

Wallahua'lam
Astaghfirullahal'azhim.

source : terinspirasi dari taujih ust.Hadhidono

FKPM Smanza KAMMI Bpp FORMUSBA IKADZA AL-ROHMAN Kemenkeu RI DJP