Monday, June 15, 2009

PERSPEKTIF BARU TENTANG PEMERINTAHAN

Ini bukan tulisan saya. Ini adalah teori tentang New Public Management yang merupakan model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler -hehe akhirnya dapet referensinya- (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “Reinventing Government”.

Posting ini adalah salah satu dari proses diskusi antara saya dengan kawan saya yang menurut saya sangat peduli dengan permasalahan umat. Saya salut dan posting ini insya Allah terdedikasikan buat beliau. Konsep ini memang teori yang dibuat oleh orang barat tapi saya melihat tidak ada yg melanggar syari'at Islam (bisa jadi ini adalah konsep Islam juga). Yah mudah-mudahan bisa menjadi stimulus intelektual buat kita.
Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:

Pemerintah Katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik.
Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat langsung dengan proses produksinya. Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi pelayanan publik diserahkan kepada pihak swasta dan atau sektor ketiga (lembaga swadaya masyarakat dan non-profit lainnya). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan: pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah. Pada saat ini banyak pelayanan publik yang dapat diproduksi oleh sektor swata dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada beberapa Negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak non-pemerintah.

Pemerintah milik masyarakat: memberdayakan masyarakat daripada melayani.
Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community). Sebagai missal, masalah keselamatan umum adalah juga merupakan tanggung jawab masyarakat, tidak hanya kepolisian. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi untuk menanggapi peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga untuk memecahkan masalah yang menyebabkan timbulnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat lebih mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada asosiasi pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

Pemerintah yang kompetitif: menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik
Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos Negara, akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan menjadi relatif semakin cepat dari pada kualitasnya di masa lalu.

Pemerintah yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan tidak dapat dilaksanakan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya.

Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukkan
Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya insentif untuk memperbaiki kinerjanya justru mereka memiliki peluang baru: semakin lama permasalahan dapat dipecahkan semakin banyak dana yang dapat diperoleh.
Pemerintah wirausaha berusaha mengubah bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu membiayai hasil dan bukan masukkan. Pemerintah Daerah wirausaha akan mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Semakin baik kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti semua dana yang telah dikeluarkan oleh unit kerja tersebut.

Pemerintah berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrat
Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannnya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para pejabat eksekutif benar-benar bekerja maka tidak menyebabkan masalah. Tetapi bila mereka menomorsatukan kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat, akan cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat mereka seringkali menjadi arogan.

Pemerintah wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan
Pemerintah tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan pendapatan dari aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah Daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS dan BAPPEDA, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.

Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati
Pemerintah tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk mencegah masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran maka tidak akan ada upaya pencegahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah masalah, tetapi berupaya keras untuk mengantisipasinya di masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi.

Pemerintah desentralisasi: dari hierarki menuju partisipatif dan tim kerja
40-50 tahun lalu, pemerintah yang sentralistis dan hierarkis sangat diperlukan. Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti rantai komandonya hingga sampai pada staff yang paling berhubungan dengan masyarakat dan bisnis. Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok karena teknologi informasi masih sangat primitif, komunikasi antara berbagai lokasi masih lamban, dan aparatur pemerintah masih relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas apa-apa yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah berubah, perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat dan asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan LSM.

Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan)
Ada dua cara alokasi sumber daya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumber daya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif, sedangkan pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar. Dalam mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai prosedur tersebut). Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.

Munculnya konsep New Public Management berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satunya sektor keuangan daerah.

0 comments:

Post a Comment

FKPM Smanza KAMMI Bpp FORMUSBA IKADZA AL-ROHMAN Kemenkeu RI DJP